Priska Thalia Putri
2017503064
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dan ratusan suku bangsa yang berbeda. Keberagaman ini mencerminkan kekayaan budaya dan identitas nasional Indonesia. Setiap daerah dari Sabang sampai Merauke memiliki ciri khasnya sendiri dalam hal bahasa, adat istiadat, seni, musik, tarian, makanan, dan tradisi hingga cerita sejarah disetiap daerahnya. Sejarah indonesia tidak jauh dari kerajaan, masa kolonial, penjajahan dan lainya. Bicara soal kerajaan indonesia kita tau banyak sekali kerajaan yang cukup besar berpengaruh untuk negri ini, dahulu kerajaan indonesia dikenal dengan ciri khas agama yang dianut oleh keluarga kerajaan, karena jika raja atau keluarga raja menganut suatu agama secara tidak langsung berpangaruh untuk rakyatnya. Beberapa kerajaan di inonesia yang memiliki khas tersendiri adalah kerajaan Kutai yang terletak di kalimantan timur yang merupakan kerajaan Hindu, kerajaan Majapahit yaitu kerajaan Hindu-Buddha, lalu kemudian kerajaan Mataram Islam yang merupakan kerajaan Islam terbesar di Jawa yang berpusat di Jawa Tengah. Pada kali ini kita akan membahas tentang kerajaan mataram islam.
Kerajaan Mataram Islam adalah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke 16 hingga 18 masehi. Kerajaan ini didirikan oleh penambahan Senopati, yang merupkan putra dari Ki Ageng Pemanahan, seorang bawahan Sultan Pajang. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Sultan Agung, yang berhasil menguasai sebagian besar Jawa, Madura, dan sebagian Sumatra. Kerajaan ini juga terlibat dalam perang melawan VOC, yang ingin mendirikan loji-loji dagang di pantai utara Jawa. Kerajaan ini akhirnya runtuh setelah mengalami perpecahan dan pemberontakan. Pada tahun 1755, dengan Perjanjian Giyanti, kerajaan ini dibagi menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta adalah hasil dari perpecahan Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1755. Perpecahan ini terjadi karena adanya konflik internal antara Susuhunan Pakubuwana II, Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said. Dengan bantuan VOC, mereka menandatangani Perjanjian Giyanti yang membagi wilayah dan kekuasaan Mataram menjadi dua. Pangeran Mangkubumi mendirikan Keraton Yogyakarta dan bergelar Hamengkubuwono I, sedangkan Pakubuwana II tetap memimpin Keraton Surakarta. Perpecahan ini juga membawa perbedaan budaya, arsitektur, dan tradisi antara kedua keraton. Kemudian terpecah lagi yaitu antara Keraton Surakarta dan Mangkunegara. Keraton Surakarta dan Mangkunegaran adalah dua keraton yang terletak di Kota Solo, Jawa Tengah. Kedua keraton ini merupakan pecahan dari Kerajaan Mataram Islam yang pernah berkuasa di Nusantara. Keraton Surakarta didirikan oleh Pakubuwono II pada tahun 1745 Masehi, setelah pemindahan pusat pemerintahan Mataram dari Kartasura ke Desa Sala. Keraton Mangkunegaran didirikan oleh Raden Mas Said pada tahun 1757 Masehi, setelah perjanjian damai dengan VOC yang memberinya wilayah otonom berstatus kadipaten.
Keraton Surakarta dan Mangkunegaran terbentuk karena adanya intrik perebutan tahta kekuasaan, yang tak bisa dilepaskan juga dari strategi devide et impera penjajah Belanda, yang akhirnya membuat Kerajaan Mataram runtuh. Kerajaan akhirnya terpecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta melalui Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Raden Mas Said, yang tidak diikutkan dalam perjanjian tersebut, merasa kecewa dan semakin gencar melakukan perlawanan baik kepada Hamengkubuwono I, Pakubuwono III, dan VOC. Perlawanan ini berakhir dengan Perjanjian Salatiga pada tahun 1757, yang mengakui Raden Mas Said sebagai pangeran merdeka dengan wilayah otonom berstatus kadipaten yang disebut Praja Mangkunegaran.
Kembali diawal pemahasan sesuai judul, disini kita akan membahas tentang mataram islam bisa sampai ke Banyumas. Pada awalnya Banyumas pada saat zaman kerajaan Pajang adalah bagian dari Kadipaten Pasirluhur dan Kadipaten Wirasaba. Kabupaten Banyumas secara modern mulai berdiri pada abad ke-16 Masehi, tepatnya saat kejayaan Kesultanan Pajang. Saat itu, Sultan Hadiwijaya dari Pajang memberikan wilayah Pasirluhur dan Wirasaba kepada Raden Joko Kahiman, yang kemudian menjadi Bupati pertama dengan gelar Adipati Marapat. Nama Banyumas sendiri konon berasal dari teriakan “Banyu” dan “Emas” yang dilontarkan oleh Sultan Hadiwijaya saat melihat sungai yang mengalir di wilayah tersebut. Kemudian kerajaan Pajang berakhir pada tahun 1582. Bupati Banyumas pertama pada masa Kerajaan Pajang adalah Adipati Mrapat (R. Joko Kahiman) yang kemudian membangun kadipaten paten di hutan Kejawar, sebelah utara barat (lor kutone) pohon tembaga. Tanda bukti setia kepada kerajan adalah mengirim upeti (bulu bekti) setiap tahun sekali pada bulan Grebeg besar/Mulud.
Pada zaman Mataram, Banyumas memiliki bupati yang masih keturunan dan ditunjuk langsung oleh pusat yaitu kerajaan mataram, diantaranya bupati kedua Banyumas dengan masa jabatan dari 1583 sampai 1600, yaitu bernama R. Ngabel Mertosuro dan dikenal dengan setutar: R. Janah I (keturunan). Kemudian bupati Banyumas ketiga yang menjabat dari 1601 sampai 1620 yaitu, R. Ngabel Mertosuro II dikenal dengan sebutan R. Janah il atau R. Kaligetuk. Selanjurnya bupati keempat ada Kyal Ngabel Mertoyudo (R Ngabel Bawang) menjabat dari (1620-1650).
Bupati Banyumas kelima (1650-1705), masa Mataram pindah ke Plered. Kiai Adipati Mertoyudo II, bergelar Kiai Adipati Mertonegoro carena dapat memparluas wilayah kembali, kemudian dikenal dengan sebutan Kal Raden Adipati Yudonegoro”. Oleh Susuhunan Amangkurat | diangkat menjadi “Wedono Bupati” (wilayah daerah: Merden, Pemalang, Krawang, Galuh, Panjer, Manonjaya termasuk Tasikmalaya Banjar). Diperbolehkan memakai “Songsong Adipati (payung kebesaran berwarna kuning emas) dan dipakai setiap menghadap raja pada bulan Grebeg besar dan Mulud. Kial Adipati Yudonegoro I juga dikenal dengan sebutan Tumenggung Kokum atau Tumenggung Seda Masjid. Selanjutanya bupati Banyumas keenam (1705-1707) R. Tumenggung Surodipuro, dari Kartosuro bukan keturunan Bupati Banyumas, hanya memerintah 3 tahun karena tidak pernah mengirim bulu bekti (upeti). Hasil pajak dan lain-lain digunakan untuk kepentingan sendiri.
Bupati Banyumas ketujuh (1708-1743). Kiai Raden Adipati Yudonegoro II (R. Bagus Mali Gondokusumo)/Sedo Pendopo sewaktu masih dewasa mengabdi di Keraton Kartosuro. Beliau tidak mau menempati Kadipaten Banyumas, kemudian berpindah agak ke sebelah timur yaitu grumbul Gegerduren dan bekas kabupaten lama menjadi sebuah desa Karangkamal (sekarang desa Kalisube). Membangun kabupaten baru dengan sebuah pern:opo (bale) yang letaknya malang (membujur) dan dilengkapi juga dengan ruang paringgitan (ruang untuk gamelan dan wayang) cengan di atasnya memakai 2 talang (saluran air hujan), pada sisi kiri kanan memakai jendela. Dalam pembuatan balai malang, sebenarnya ada larangan yang pernah disampaikan oleh Kiai Adipati Wargo Utomo (Seda Bener)/Adipati Wirasaba ke VI, namun balai malang tetap dibuat. Pada suatu malam, saat sedang tidur di peringgitan, beliau sudah diintai of atas ruang peringgitan (yang ada 2 saluran air). Saat sedang tidur nyenyak, beliau disergap oleh 2 orang tak dikenal, tetapi diketahui oleh prajuritnya. Penjahat ditangkap dan mengaku diperintah oleh Bupati Banyumas yang dipecat R.T. Surodipuro. Kiai Adipati Yudonegoro II adalah yang membuat saluran terusan Kaligawe untuk membuang air dari Rawa Tembelang.
Banyumas sebenarnya merupakan bagian tersendiri Banyumas merupakan irisan himpunan antara Siliwangi dan dengan Majapahit. Sementara Siliwangi dan Majapahit itu terjadi perang, ketika Siliwangi terjadi kudeta anaknya siapa raja siliwangi yang mau dinikahkan dengan hayam wuruk, ketika mau menikah langsung dihajar sama gajah mada ahirnya mati dan terjadi satu perpecahan Banyumas itu letaknya di irisan antara kedua itu. wilayah Banyumas itu merupakan atau wilayah yang tidak ngetan juga tidak ngulon tapi didalamnya keduanya ada. Hal itu bisa dilihat dari bahasa, Gumelar bahasanya sunda kemudian daerah Sumpiuh berbeda. Kemudian ditemukan budaya calung itu ada di perbatasan Jawa Barat di pasidan daerah Lumbir, meskipun di Bali juga ada pemukulan calungnya beda termasuk disini karena daerah irisan gaya-gaya seperti animismenya masih. Inilah disebut terjadinya percampuran budaya dan akan nuncul asimilsi, dua destruksi, tiga dominasi.
Ketika terjadi asimilasi ini menimbulkan budaya baru karna sekalinya bercampur menimbulkan satu yang baru, tapi ketika dominasi sama lebih kuat yang lain yang lain menjadi baik, nah terjadi destruksi yang lain itu merusak yang lain, dan sekarang banyak candi-candi yang ditemukan tidak utuh, menurut para peneliti bilang bahwa apakah ini akibat erusi gunung terdekat atau karna penghancuran-penghancuran, karna di jawa itu ada namanya tradisi amok, tradisi anok itu tidak ingin pemimpin yang terdahulu itu menjadi dominan didalam kepemimpinan yang baru, destruksi maka jaman Ken Arok menuju jaman selanjutnya kan seluruh patung Ken Arok dihancurkan. Jadi pengaruh-pengaruh budaya islam masih sangat kuat, hanya ketika masih di Banyumas terjadi asimilasi kebudayaan. Pengaruh Mataram juga masuk, mataram islamnya disini tidk ter destruksi terutama teraimilasi dengan budaya-budaya lokal, contohnya didalam ini asimiasi budaya.
Beberapa peninggalan mataram islam di Banyumas yaitu ;
- Masjid Saka Tunggal Baitussalam: Masjid ini berlokasi di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas. Masjid ini didirikan pada tahun 1288 pada era Mataram Kuno. Masjid ini memiliki arsitektur khas Jawa dengan atap limasan dan tiang-tiang kayu. Masjid ini juga memiliki koleksi naskah-naskah kuno yang ditulis oleh ulama-ulama Banyumas.
- Masjid Saka Tunggal Darussalam: Masjid ini berlokasi di Pekuncen, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas. Masjid ini juga berasal dari era Mataram Kuno dan memiliki arsitektur yang mirip dengan Masjid Saka Tunggal Baitussalam. Masjid ini juga menyimpan naskah-naskah kuno yang berkaitan dengan ilmu agama dan tasawuf.
- Masjid Agung Nur Sulaiman: Masjid ini berlokasi di sebelah barat alun-alun Banyumas. Masjid ini didirikan pada tahun 1859 oleh Raden Adipati Wiranatakusuma II, bupati Banyumas yang berasal dari keturunan Mataram Islam. Masjid ini memiliki arsitektur yang megah dengan menara-menara tinggi dan kubah-kubah besar. Masjid ini juga menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial di Banyumas.
- Kompleks Makam Imogiri: Kompleks ini adalah tempat pemakaman raja-raja Mataram Islam yang dibangun oleh Sultan Agung, raja Mataram Islam ketiga, pada tahun 1632. Di sini dimakamkan Sultan Agung beserta keturunannya, termasuk Sunan Amangkurat I, Sunan Amangkurat II, Sunan Amangkurat III, Sunan Pakubuwana I, Sunan Pakubuwana II, dan Sunan Pakubuwana III. Kompleks ini juga menjadi tempat ziarah bagi umat Islam, khususnya pada malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon.
- Makan Dawuhan : Makam Dawuhan adalah tempat peristirahatan Raden Joko Kaiman, bupati pertama Banyumas yang mendirikan kabupaten ini pada tahun 1572. Beliau adalah keturunan dari Mataram Islam dan memiliki nama lain Adipati Mrapat. Makam Dawuhan berlokasi di Desa Dawuhan, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, di tepi Kali Bening. Makam ini memiliki arsitektur yang sederhana dengan cungkup kayu dan batu nisan yang bertuliskan aksara Jawa. Makam ini menjadi tempat ziarah bagi masyarakat Banyumas, khususnya pada peringatan hari jadi kabupaten ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ryundong Ardera, “Sejarah Lengkap Kerajaan Mataram Islam (Kesulthanan Mataram)” dalam jurnal Academia. Edu 2015.
Suarasurakarta.id, “Sejarah Terbentuknya Keraton Kasunanan Surakarta dan Mangkunegara di Solo” dalam https://surakarta.suara.com/read/2023/11/15/202019/sejarah-terbentuknya-keraton-kasunanan-surakarta-dan-mangkunegaran-di-solo diakses pada 30 januari pukul 20.15 wib.
KRH.Drs. R. Pudjianto, “KEADAAN PEMERINTAHAN DI KABUPATEN BANYUMAS SEJAK ZAMAN PAJANG SAMPAI SESUDAH PERANG DIPONEGORO DAN MASA PEMERINTAHAN RI”. Asip Banyumas.
Wawancara dengan pak Deskart, narasumber, DINPORABUDPAR, pada hari Rabu, 10 Januari pukul 15.00 wib dan hari Jumat, 26 Januari 2024 pukul 15.30 wib.
NUOnline, “Jejak Peninggalan Syekh Nahrawi Banyumas” dalam https://nu.or.id/nasional/jejak-peninggalan-syekh-nahrawi-banyumas-AMaBA diakses pada 31 januari pukul 11.30 wib.