Hariski Ramadhan
214110503028
Kerajaan Mataram Islam dahulu merupakan wilayah yang dipenuhi oleh beberapa hutan yang tentunya masih banyak dipenuhi oleh pohon tropis dimana hingga akhir abad ke 16 Masehi wilayah mataram Islam masih dibawah kerajaan Pajang, daerah ini (Mataram Islam) karena atas jasa dua tokoh yakni Senopati dan Ki ageng Pemanahan yang keduanya turut berjasa dalam menjatuhkan adipati Jipang Panolan yaitu Arya Penangsang maka oleh Sultan Pajang Daerah tersebut diberikan kepada kedua tokoh yaitu pada Ki Ageng Pemanahan dan juga putranya yaitu Senopati, dalam hal ini Ki Ageng Pemanahan itu sendiri ialah seorang ulama atau kiai gede(besar) yang menjadi perintis dari Kerajaan Mataram Islam ini, akan tetapi dalam usahanya memajukan Mataram Islam beliau mampu membuat daerah ini lebih maju dalam waktu yang tidak terlalu lama akan tetapi beliau wafat pada tahun 1575 dan diteruskan oleh anak beliau yakni Sutawijata yang biasa disebut Senopati untuk melanjutkan jejak ayahnya, dan meneruskan kekuasaan hingga beliau mengangkat dirinya sendiri sebagai seorang raja pada 1586 dan menjadi raja dari kerajaan Mataram Islam,
Kemudian setelah Senopati menjadi raja barulah menaklukan beberapa wilayah yang terdiri dari wilayah Banyumas dan juga Kedu.(7. BAB IV.Pdf, n.d., p. 7) sehingga wilayah Banyumas yang dulunya kerap disebut dengan berbagai istilah antara lain Kejawer, Wirasaba, Selangor pasti tidak terlepas dari yang namanya peran ulama sekalipun dalam penyebaran Islam terlebih dengan dinaungi oleh kerajaan Mataram Islam maka proses Islamisasi menjadi lebih sistematis dan cepat, dibawah ini terdapat sebuah manuskrip karya ulama banyumas, Islamisasi berjalan lancar diantara karena terdapat peran ulama salah satunya di daerah Kalibening Dawuhan kabupaten Banyumas terdapat Ulama yang menurut kuncen makam merupakan Mbah Kalibening yang konon berasal dari Ulama Persia dan menyebarkan Agama Islam di wilayah setempat, secara umum atau garis besarnya wilayah Banyumas menurut versi temuan 1571 Masehi, tentunya memiliki keterkaitan dengan beberapa kerajaan misalnya Pajang, kemudian ada Mataram hingga wilayah ini dibawah kerajaan atau kesultanan Surakarta yang bercorak Islam, dalam sebuah kerajaan tentunya memiliki masa kejayaan, dimana masa kejayaan Mataram Islam itu sendiri terjadi setelah berdirinya Banyumas, pada tahun 1613-1645 Masehi kejayaan pun terjadi pada saat itu dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma (1593-1645).
Seource:https://manuskrip%20banyumas.jpg1661015402.jpg
Pada Naskah Kalibening, tentunya mencatat beberapa peristiwa yang berkaitan dengan sejarah banyumas sebagai kabupaten yang menjadikan cikal bakal penentuan hari jadi kabupaten Banyumas yang sebelumnya pada tanggal 6 April 1582 menjadi tanggal 22 februari 1571 yang dalam hal itu perubahannya berdasarkan data dari naskah kalibening yaitu di dalam naskah mencatat suatu peristiwa yang berkaitan tentunya dengan bagaimana penyerahan upeti kepada sultan Pajang dan pajang merupakan kesultanan sebelum mataram Islam pada 27 Pasa hari rabu sore, di dalam naskah tersebut tidak diketahui tokoh secara sepesifik karena cenderung anonim, baik dari nama tokoh dan lainnya, namun jati diri dari tokoh-tokoh tentunya dapat diinterpretasikan melalui perbandingan dengan beberapa teks yang lain, misalnya dalam teks kalibening peristiwa penyerahan upeti itu juga berkaitan dengan “Sang Mertua”{rama}, jadi tanggal 27 pasa hari rabu itu tentunya menjadi patokan hari jadi kabupaten Banyumas, pada tulisan angka tersebut tentunya dipakai berdasarkan keabsahan teks yang juga dikandung oleh Naskah Krandji-Kedhungwuluh.
Serta catatan juga yaitu dari catatan tradisi pada makam Adipati Mrapat yang letaknya di Astana Redi Bendungan dan menyatakan bahwa pada 1571 merupakan tonggak awal dari kekuasaan Raden Joko Kaiman hingga pada 1571 sampai tahun 1582 merupakan periode kekuasaan dari Adipati Mrapat, tidak hanya itu dari bukti makam terdapat juga papan makam serta batu grip dari makam adipati mrapat yang setelah tahun 1984 dilakukan renovasi terhadap makam itu alhasil telah menghilangkan data tersebut, (Pemerintah Kabupaten Banyumas, n.d., p. 2) Dalam naskah kalibening memuat beberapa naskah serta teks tertua dengan memakai huruf jawa tentunya berasal dari abad ke 17 an Masehi dengan jenis kertas dluwang yang mana kertas itu berukuran 11 kali 16 cm dengan ketebalan naskah 60 halaman, akan tetapi pada bagian halaman bagian dan belakang hilang, serta naskah kalibening itu sendiri merupakan koleksi dari juru kunci makam mbah kalibening yaitu Sanmuhadi. Keistimewaan naskah kalibening itu sendiri yaitu menyebutkan nama dari Adipati Wirasaba dengan gelar Ki Kepaguhan kemudian ada beberapa nama binatang juga dipakai untuk menyebutkan nama-nama orang misalnya ada Patih Banteng.
Kebo Singat, Gagak Minangsih dan lainnya, dari keistimewaan tersebut maka menurut peneliti menunjukkan bahwa teks-teks tersebut usianya lebih tua dari teks-teks lainnya misalnya Kejawer, merupakan tempat tinggal dari Kiai Mranggi biasa disebut dengan Ajahawar yang merupakan bahasa kunonya. (Priyadi, n.d., p. 7). Keterkaitan Mbah kalibening itu sendiri dengan Mataram Islam jauh dengan Mataram, akan tetapi dalam mataram tentunya ada yang mengaji atau menjadi murid dari mbah Kalibening, karena eranya mbah Kalibening itu sendiri merupakan awalan dari abad ke 12, sehingga lebih ke murid-murid dari mbah kalibening itu sendiri, sehingga keterkaitan dengan mataram itu terletak pada kuncen-kuncennya, pada waktu itu seorang tokoh mbah eyang Surya Bendhera dimana waktu itu saat terjadi perang Diponegoro yang ditugasi oleh Pangeran Sentot Prawiradirjo menugasi ke Surya Bendhera untuk menjadi kuncen atau juru kunci di Kalibening itu sendiri dan beliau sendiri masih keturunan dari Mataram, kemudian pada abad 18 ketika sedang ngunceni disini akhirnya diajak untuk berperang oleh pangeran Diponegoro setelah itu beliau menetap tepatnya di Pesanggahan Kroya hingga wafat didaerah situ.
Untuk naskah yang ada di Dawuhan itu terdapat sekitar 18 naskah dan ada yang tulisan jawa kuno, arab pegon dan ada yang arab biasa, dulunya di wilayah Dawuhan ini terdapat ulama yaitu mbah kalibening sebagai penyebar Islam dan diteruskan oleh kuncen-kuncennya, dan dimuseum Kalibening itu sendiri terdapat pusaka-pusaka yang sebagian dari mataram karena namanya pusaka itu ada yang datang sendiri dan dilihat dari ciri-cirinya dari mataram dan dilihat umur tahun pembuatan berapa begitu sehingga menjadi referensi bahwa pusaka-pusaka di museum Kalibening dari mataram(wawancara juru kunci makam mbah kali bening, pak trimo) Secara lebih jelasnya lagi antara pusaka-pusaka yang berada di kalibening tentu bukan dari pemberian Amangkurat, kalau yang berada di kalisalak tentunya menjadi lebih falid karena kalisalak itu ada pusaka yang pemberian dari Amangkurat, secara lebih detail desa Kalisalak yang tepatnya berada di Kecamatan Kebasen, Banyumas merupakan desa yang memiliki luas 996,22 hektar secara geografis desa ini berbatasan dengan Desa Sawangan di Selatan, wilayah Utara berbatasan dengan desa Kebasen dan disebelah timur,
Wilayah ini berbatasan dengan kecamatan Banyumas, di desa ini memiliki beberapa atau adanya keberadaan pusaka peninggalan dari Raja Amangkurat I dimana beliau merupakan Raja dari kerajaan Mataram Islam, kemudian setiap bulan Maulud di desa ini diadakan penjamasan jimat. (Tri Ayu Widiyani_ BAB I.Pdf, n.d.-b, p. 2). Menurut narasumber yaitu pak pri sebagai juru kuncen Kalisalak menyatakan bahwa beberapa pusaka yang ada di tempat penjimatan Kalisalak ini ialah peninggalan Amangkurat I ketika beliau melarikan diri dari wilayah keraton kearah barat karena menghindari serangan dari pemberontakan Pangeran Trunojoyo, pada waktu itu beberapa rombangan dari Sunan Amangkurat I membawa beberapa benda dari keratin namun karena kondisi fisik dari Sunan Amangkurat I tidak mendukung ditambah beban yang berat di bawa dari keraton, akhirnya Amangkurat I dan beberapa pasukan meninggalkan benda-benda dan salah satunya berada di desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas. Pada setiap diadakannya penjamasan jimat yang biasanya dilakukan bulan Maulud terdapat beberapa naskah Kalisalak yang dibacakan serta naskah-naskah yang ada di Kalisalak merupakan dari daun lontar dengan teks-teksnya dalam daun lontar tersebut berbentuk tulisan Jawa Kuno dimana tulisan tersebut sudah mulai rusak alhasil hanya beberapa orang tertentu yang dapat membaca teks dari naskah Kalisalak tersebut.(Tri Ayu Widiyani_ BAB I.Pdf, n.d.-a, p. 3).
Keunikan lainnya yang ada ialah pada petilasan makam dikalisalak terdapat beberapa monyet yang konon monyet-monyet itu menurut pak pri sebagai juru kunci karena suatu kisah ketika tentara dari Amangkurat singgah dan mau melaksanakan Sholat jumat ada beberapa prajurit yang tidak solat jumat akhirnya dikutuk menjadi monyet dan berbagai mitos pun menjumpai dimana kalau membunuh monyet akan ada kesialan atau kemalangan dimana salah satu keluarganya akan meninggal dan lainnya, dan ketika peneliti ke petilasan makam di Kalisalak pun terdapat monyet-monyet yang berekor panjang ada juga monyet yang ekornya patah karena dipelihara orang kemudian dikembalikan lagi ke daerah situ, kembali kepada pembahasan naskah dimana tepatnya dilanggar Jimat di Kalisalak terdapat naskah kuno dan biasanya dari BRIN itu dibaca sehingga dalam prosesnya itu diambil secara acak kemudian nanti dibaca dan diterjemahkan yang kebanyakan dalam bahasa Jawa kuno, sehingga bahasanya dalam naskah Kalisalak merupakan campuran dari bahasa Jawa Kuno dan Arab diantaranya naskahnya menjelaskan tentang bersuci atau wudhu yang artinya sering-seringlah kita bersuci sehingga maknannya seperti itu yang menjadikan suatu hal bahwasannya pada zaman amangkurat sudah memikirkan bersuci.
Daftar pustaka
- BAB IV.pdf. (n.d.). Retrieved January 30, 2024, from http://repository.iainkudus.ac.id/7450/7/7.%20BAB%20IV.pdf
Pemerintah Kabupaten Banyumas. (n.d.). Retrieved January 30, 2024, from https://www.banyumaskab.go.id/page/302/read/16000/informasi-laporan-penyelenggaraan-pemerintah-daerah-kabupaten-banyumas-ta-2013
Priyadi, S. (n.d.). BABAD BANYUMAS DAN VERSI-VERSINYA.
Tri Ayu Widiyani_ BAB I.pdf. (n.d.-a). Retrieved January 30, 2024, from https://repository.ump.ac.id/14565/2/Tri%20Ayu%20Widiyani_%20BAB%20I.pdf
Tri Ayu Widiyani_ BAB I.pdf. (n.d.-b). Retrieved January 30, 2024, from https://repository.ump.ac.id/14565/2/Tri%20Ayu%20Widiyani_%20BAB%20I.pdf
Wawancara dengan pak Trimo, kuncen(juru kunci) Kalibening pada Kamis, 26 Januari 2024 pukul 10.00 WIB
Wawancara dengan pak Pri, kuncen petilasan Kalisalak pada Kamis, 26 Januari 2024 pukul 15.00 WIB